Mengenai Saya

Foto saya
Guru Sosiologi dan Pembina PMR di SMA N Ajibarang.

Minggu, 25 Januari 2009

Perspektif Sosiologi dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Sistem pendidikan mempunyai tugas menyediakan generasi muda kepada alam dewasa dan menyalurkan kebudayaan. Dalam konteks menyediakan pendidikan yang ideal, tujuan dan matlamat pendidikan negara pada abad ke 21 amat jelas sekali. Kementerian Pendidikan telah menyusun dan merancang untuk memperbaiki, memperkukuh, dan mempertingkatkan mutu pendidikan negara. Salah satu unsur yang penting adalah nilai yang berkaitan dengan keperluan dan perkembangan diri individu yang bertujuan untuk meninggikan lagi kemampuan atau kebolehan individu supaya berfungsi sebagai anggota masyarakat. Ia harus dapat membimbing individu mengenali diri sendiri sebagai insan dalam alam sosial dan fizikal ciptaan Yang Maha Berkuasa ini. Dengan alasan inilah, pendidikan berperanan penting dalam perkembangan setiap individu.

Orang awam mengasosiasikan sosiologi dengan tumpukan buku-buku tebal tanpa gambar dengan pembaca berkaca mata minus yang dijuluki kutu buku. Mereka menganggap sosiologi hanya dapat dipelajari oleh orang yang sungguh-sungguh berminat dengan teks-teks bacaan dengan ilmu-ilmu sosial. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Ilmu sosiologi bukanlah ilmu imajiner yang menggantung di awang-awang atau ilmu yang berisi konsep-konsep dan teori tanpa realitas yang sulit ditangkap maknanya. Sebaliknya, ilmu sosiologi merupakan realitas sosial yang menjadi bagian keseharian hidup setiap orang yang dirumuskan dalam konsep-konsep sosiologis yang objektif dan universal. Jadi, tidak benar kalau ilmu sosiologi dianggap sebagai sesuatu yang rumit karena fenomena sosiologis tersebut mengambil objek atau kajian manusia dan lingkungannya sebagai makhluk sosiologis.

Ditengok jauh ke belakang, sosiologi merupakan ilmu yang termuda dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti fisika, astronomi, dan kimia. Awal munculnya sosiologi dapat dilihat sejak Revolusi Industri (1776) dan Revolusi Prancis (1789). Setting masyarakat pada waktu itu adalah masyarakat kota yang padat dengan segala permasalahannya menjadi inspirasi bagi August Comte (1798) yang kemudian diklaim sebagai Bapak Sosiologi. Comte untuk pertama kali menggunakan istilah sociology dalam bukunya yang berjudul "Positive Phylosophy" yang terbit tahun 1838. Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan" dan kata Yunani logos yang berarti "kata" atau "bicara". Jadi sosiologi berarti ilmu yang membicarakan mengenai kawan (orang lain) atau masyarakat.

Menurut Comte, di dalam hirarki ilmu, sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan kekuasaan serta spekulasi. Filosofi positivisme Comte tersebut berperan besar dalam membentuk paradigma keilmuan sampai pengujung abad ke-20. Sekalipun paradigma pasca-positivisme, (pasca strukturalisme/post-modernisme) kini sudah menggoyahkan paradigma positivisme, namun masih sangat signifikan jumlah penganut positivisme Comte tersebut.
Misalnya saja rasionalisme atau logosentrisme menjadi bagian pola pikir dan tindakan masyarakat pada umumnya di seluruh dunia ini, yakni masyarakat yang dirasuki pragmatisme. Dengan demikian, sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science), namun juga merupakan ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi.

Selain itu, ilmu sosiologi dapat digunakan sebagai media rekayasa sosial (social engineering). Melalui sosiologi, fenomena masyarakat yang teramati dapat dijadikan tolok ukur untuk mengantisipasi penyimpangan atau ketegangan sosial, sekaligus memberikan pemecahannya, serta merencanakan bentuk masyarakat yang lebih ideal.