Mengenai Saya

Foto saya
Guru Sosiologi dan Pembina PMR di SMA N Ajibarang.

Minggu, 25 Januari 2009

Perspektif Sosiologi dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Sistem pendidikan mempunyai tugas menyediakan generasi muda kepada alam dewasa dan menyalurkan kebudayaan. Dalam konteks menyediakan pendidikan yang ideal, tujuan dan matlamat pendidikan negara pada abad ke 21 amat jelas sekali. Kementerian Pendidikan telah menyusun dan merancang untuk memperbaiki, memperkukuh, dan mempertingkatkan mutu pendidikan negara. Salah satu unsur yang penting adalah nilai yang berkaitan dengan keperluan dan perkembangan diri individu yang bertujuan untuk meninggikan lagi kemampuan atau kebolehan individu supaya berfungsi sebagai anggota masyarakat. Ia harus dapat membimbing individu mengenali diri sendiri sebagai insan dalam alam sosial dan fizikal ciptaan Yang Maha Berkuasa ini. Dengan alasan inilah, pendidikan berperanan penting dalam perkembangan setiap individu.

Orang awam mengasosiasikan sosiologi dengan tumpukan buku-buku tebal tanpa gambar dengan pembaca berkaca mata minus yang dijuluki kutu buku. Mereka menganggap sosiologi hanya dapat dipelajari oleh orang yang sungguh-sungguh berminat dengan teks-teks bacaan dengan ilmu-ilmu sosial. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Ilmu sosiologi bukanlah ilmu imajiner yang menggantung di awang-awang atau ilmu yang berisi konsep-konsep dan teori tanpa realitas yang sulit ditangkap maknanya. Sebaliknya, ilmu sosiologi merupakan realitas sosial yang menjadi bagian keseharian hidup setiap orang yang dirumuskan dalam konsep-konsep sosiologis yang objektif dan universal. Jadi, tidak benar kalau ilmu sosiologi dianggap sebagai sesuatu yang rumit karena fenomena sosiologis tersebut mengambil objek atau kajian manusia dan lingkungannya sebagai makhluk sosiologis.

Ditengok jauh ke belakang, sosiologi merupakan ilmu yang termuda dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti fisika, astronomi, dan kimia. Awal munculnya sosiologi dapat dilihat sejak Revolusi Industri (1776) dan Revolusi Prancis (1789). Setting masyarakat pada waktu itu adalah masyarakat kota yang padat dengan segala permasalahannya menjadi inspirasi bagi August Comte (1798) yang kemudian diklaim sebagai Bapak Sosiologi. Comte untuk pertama kali menggunakan istilah sociology dalam bukunya yang berjudul "Positive Phylosophy" yang terbit tahun 1838. Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan" dan kata Yunani logos yang berarti "kata" atau "bicara". Jadi sosiologi berarti ilmu yang membicarakan mengenai kawan (orang lain) atau masyarakat.

Menurut Comte, di dalam hirarki ilmu, sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan kekuasaan serta spekulasi. Filosofi positivisme Comte tersebut berperan besar dalam membentuk paradigma keilmuan sampai pengujung abad ke-20. Sekalipun paradigma pasca-positivisme, (pasca strukturalisme/post-modernisme) kini sudah menggoyahkan paradigma positivisme, namun masih sangat signifikan jumlah penganut positivisme Comte tersebut.
Misalnya saja rasionalisme atau logosentrisme menjadi bagian pola pikir dan tindakan masyarakat pada umumnya di seluruh dunia ini, yakni masyarakat yang dirasuki pragmatisme. Dengan demikian, sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science), namun juga merupakan ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi.

Selain itu, ilmu sosiologi dapat digunakan sebagai media rekayasa sosial (social engineering). Melalui sosiologi, fenomena masyarakat yang teramati dapat dijadikan tolok ukur untuk mengantisipasi penyimpangan atau ketegangan sosial, sekaligus memberikan pemecahannya, serta merencanakan bentuk masyarakat yang lebih ideal.

Sabtu, 24 Januari 2009

Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda

Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda
(Sebuah Resume atas karya George Ritzer)
Oleh: Andik Nurcahyo

Ketika membaca judul buku ini, petanyaan pertama yang muncul mengapa sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang berparadigma ganda ?. Disebut berparadigma ganda karena sosiologi dalam setiap memandang fenomena sosial yang terjadi mempunyai beberapa paradigma dimana setiap paradigma mempunyai pendefinisian, exemplar, teori-teori, metode-metode dan ahli pemikir yang berbeda pula. Perbedaan paradigma ini disebabkan oleh faktor perbedaan pandangan filsafat yang mendasari pemikiran masing-masing para ahli yang merintisnya, perbedaan filsafat ini yang membawa konsekwensi terhadap perbedaan teori-teori yang dibangun pada masing-masing paradigma, dan pada akhirnya metode yang dipakai memahami dan menerangkan subyek-matternyapun sangat berbeda. Memang sejak lahir dan berkembangnya ilmu sosiologi ini sangat syarat dengan pergolakan intern yang menegangkan pada ahli dan tokoh-tokoh penganutnya. Jadi inilah yang disebut Ritzer sebagai A Multiple Paradigm Science yang kemudian diterjemahkan oleh Alimanda
sebagai Paradigma Ganda. Sebenarnya kalau melihat penjelasan buku ini dimana ada tiga paradigma dan tiap paradigma mempunyai beberapa teori, maka paradigma ganda kurang tepat untuk mewakili kata A Multiple karena menurut Ritzer sendiri (pada babI) adalah sosiologi itu terdiri atas kelipatan beberapa paradigma, Sementara ganda dalam kosakata kita identik dengan dua atau doubel.

Tentang paradigma itu sendiri, Ritzer memberi penjelasan bahwa paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang disiplin ilmu pengetahuan. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan, dan mengubung-hubungkan antara exsemplar, teori-teori, metode serta peralatan analisis yang terkandung didalammya. Dalam bukunya Ritzer merinci dalam cabang ilmu sosiologi terdapat 3 paradigma yang tiap paradigma mempunyai exsemplar, bangunan teori dan metode serta instrument yang digunakan untuk menganalisis.

Secara garis besar penjelasan Ritzer dapat kita lihat pada tabel berikut:

Ilmu Sosiologi


Paradigma

Tokoh Utama

Exemplar dan pokok persoalan

Teori-teori

metode

Fakta Sosial

Emile Durkheim

Structur makro sosial dan pranata sosial

1. Fungsionalis Structuralis

2. Konflik

3. Sistem

4. Sosiologi makro

Kuisioner dan interview

Definisi Sosial

Max Weber

Aksi dan interaksi sosial

1. Aksi

2. Interaksionis Simbolik

3. Fenomenologi

Observasi dengan 4 tipe:

1. Participant observation

2. Partisipant as observer

3. Observes as participant

4. Complete observer

Perilaku Sosial

B.F. Skinner

Tingkahlaku dan perulangan tingkahlaku

1. Behavioral Sociology

2. Exchange

Experimental

Terkadang juga menggunakan kuisioner, interview dan observasi

Dari ketiga paradigma diatas meskipun dalam kemunculan dan perkembangan awalnya sempat terjadi gejolak dan saling serang antar penganut paradigma, namun dalam perkembangan selanjutnya para ahli banyak yang berusaha membebaskan diri dari pembagian paradigma secara extrim tersebut. Menurur Ritzer sebenarnya perbedaan antara ketiga paradigma diatas hanya bersifat estetis dimana perbedaan itu terdapat pada pengalaman peneliti dilapangan serta adanya perbedaan yang hanya bersifat sugestif (bukan extrim) tentang tiga variabel (berdasatkan penelitian Brown dan Gilmartin) , yaitu sebagai berikut:

Variabel

Paradigma

Individu

Individu—Group

Group

Perilaku Sosial

Definisi Sosial

Fakta Sosial

Tahap ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh yang berusaha mmbuat jembatan paradigma dalam sosiologi misal Durkheim, Weber, Marx, Parsons. Apabila Durkheim, Weber, Marx berusaha menjembatani antara paradigma fakta sosial dan dan definisi sosial (lihat babII), sedangkan Parsons berbicara tentang menyatukan ketiga paradigma diatas, ia juga mengintegrasikan pandangan psikologi dari penganut Freud dan aliran antropologi dan ia cenderung bergerak dari satu paradigma ke paradigma yang lain. Perdamaian paradikmatik dan teoritis juga ditandai dengan berakhirnya pertentangan antara teori konflik dengan teori fungsionalis strukturalis bila dilihat dengan konsep paradigma akan ditemukan sejumlah kesamaan asumsi dan perspektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang ada dalam ketiga paradigma diatas dan kedua teori diatas bukan merupakan perbedaan yang mendasar. Menginggat tiada satu paradigma yang berdiri tanpa kelemahan dan akibat negatif selama ini oleh “perang paradigma”, maka dari itu upaya besar kemungkinan untuk membuat paradigma terpadu dengan tujuan akhir memantapkan dan demi kemajuan ilmu Sosiologi.

Adanya jembatan paradigma dan perdamaian paradigma mendorong Ritzer untuk membentuk paradigma terpadu. Pembentukan paradigma terpadu yang diusahakan Ritzer berdasarkan ahli-ahli terdahulu, utamanya dari Kuhn dan para tokoh penjembatan paradigma (Durkheim, Weber, Marx, Parsons).

Diawali oleh uraian Kuhn tentang konsep paradigma dan penjelasan bahwa tiada paradigma itu yang dominan diantara paradigma yang lain karena perkembangan ilmu pengetahuan bukannya bersifat kumulatif melainkan bersifat revolusi:

Paradigma I —>Normal Sc. —>Anomalies —>Crisis —>Revolusi —> Paradigma II

Selanjutnya paradigma terpadu yang disusun Ritzer dari tokoh penjembatan paradigma adalah dia mengangkat model “tingkatan realitas sosial” untuk menerangkan kompleksibilitas yang sangat luas dalam subjek-matter sosiologi, maka model ini merupakan abstraksi dalam berbagai tingkat kepentingan analisa dan lebih merupakan suatu konstrak sosiologis daripada keadaan sebenarnya. Tingkatan realitas sosial dapat diperoleh dari inter-relasi antara dua kontinum sosial, yaitu makroskopik - mikroskopik dan kontinum obyektif - subyektif untuk mengacu apakah sesuatu itu nyata atau didalam alam ide. Gambaran tingkatan umum realitas sosial dapat dilihat dalam bagan berikut:

image003.bmp

Sosiologi

Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August Comte. Comte kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.
Potret Auguste Comte.

Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.

Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.

Tiga tahapan itu adalah :

  1. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
  2. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
  3. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.

Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.oe

Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.

  • Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum

Pokok bahasan sosiologi

  • Fakta sosial

Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolahguru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid). seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada

  • Tindakan sosial

Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

  • Khayalan sosiologis

Khayalan sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.
Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah troubles dan issues. Troubles adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Issues merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu. Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah trouble. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan issue, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

  • Realitas sosial

Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniawan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi