Mengenai Saya

Foto saya
Guru Sosiologi dan Pembina PMR di SMA N Ajibarang.

Sabtu, 24 Januari 2009

Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda

Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda
(Sebuah Resume atas karya George Ritzer)
Oleh: Andik Nurcahyo

Ketika membaca judul buku ini, petanyaan pertama yang muncul mengapa sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang berparadigma ganda ?. Disebut berparadigma ganda karena sosiologi dalam setiap memandang fenomena sosial yang terjadi mempunyai beberapa paradigma dimana setiap paradigma mempunyai pendefinisian, exemplar, teori-teori, metode-metode dan ahli pemikir yang berbeda pula. Perbedaan paradigma ini disebabkan oleh faktor perbedaan pandangan filsafat yang mendasari pemikiran masing-masing para ahli yang merintisnya, perbedaan filsafat ini yang membawa konsekwensi terhadap perbedaan teori-teori yang dibangun pada masing-masing paradigma, dan pada akhirnya metode yang dipakai memahami dan menerangkan subyek-matternyapun sangat berbeda. Memang sejak lahir dan berkembangnya ilmu sosiologi ini sangat syarat dengan pergolakan intern yang menegangkan pada ahli dan tokoh-tokoh penganutnya. Jadi inilah yang disebut Ritzer sebagai A Multiple Paradigm Science yang kemudian diterjemahkan oleh Alimanda
sebagai Paradigma Ganda. Sebenarnya kalau melihat penjelasan buku ini dimana ada tiga paradigma dan tiap paradigma mempunyai beberapa teori, maka paradigma ganda kurang tepat untuk mewakili kata A Multiple karena menurut Ritzer sendiri (pada babI) adalah sosiologi itu terdiri atas kelipatan beberapa paradigma, Sementara ganda dalam kosakata kita identik dengan dua atau doubel.

Tentang paradigma itu sendiri, Ritzer memberi penjelasan bahwa paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang disiplin ilmu pengetahuan. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan, dan mengubung-hubungkan antara exsemplar, teori-teori, metode serta peralatan analisis yang terkandung didalammya. Dalam bukunya Ritzer merinci dalam cabang ilmu sosiologi terdapat 3 paradigma yang tiap paradigma mempunyai exsemplar, bangunan teori dan metode serta instrument yang digunakan untuk menganalisis.

Secara garis besar penjelasan Ritzer dapat kita lihat pada tabel berikut:

Ilmu Sosiologi


Paradigma

Tokoh Utama

Exemplar dan pokok persoalan

Teori-teori

metode

Fakta Sosial

Emile Durkheim

Structur makro sosial dan pranata sosial

1. Fungsionalis Structuralis

2. Konflik

3. Sistem

4. Sosiologi makro

Kuisioner dan interview

Definisi Sosial

Max Weber

Aksi dan interaksi sosial

1. Aksi

2. Interaksionis Simbolik

3. Fenomenologi

Observasi dengan 4 tipe:

1. Participant observation

2. Partisipant as observer

3. Observes as participant

4. Complete observer

Perilaku Sosial

B.F. Skinner

Tingkahlaku dan perulangan tingkahlaku

1. Behavioral Sociology

2. Exchange

Experimental

Terkadang juga menggunakan kuisioner, interview dan observasi

Dari ketiga paradigma diatas meskipun dalam kemunculan dan perkembangan awalnya sempat terjadi gejolak dan saling serang antar penganut paradigma, namun dalam perkembangan selanjutnya para ahli banyak yang berusaha membebaskan diri dari pembagian paradigma secara extrim tersebut. Menurur Ritzer sebenarnya perbedaan antara ketiga paradigma diatas hanya bersifat estetis dimana perbedaan itu terdapat pada pengalaman peneliti dilapangan serta adanya perbedaan yang hanya bersifat sugestif (bukan extrim) tentang tiga variabel (berdasatkan penelitian Brown dan Gilmartin) , yaitu sebagai berikut:

Variabel

Paradigma

Individu

Individu—Group

Group

Perilaku Sosial

Definisi Sosial

Fakta Sosial

Tahap ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh yang berusaha mmbuat jembatan paradigma dalam sosiologi misal Durkheim, Weber, Marx, Parsons. Apabila Durkheim, Weber, Marx berusaha menjembatani antara paradigma fakta sosial dan dan definisi sosial (lihat babII), sedangkan Parsons berbicara tentang menyatukan ketiga paradigma diatas, ia juga mengintegrasikan pandangan psikologi dari penganut Freud dan aliran antropologi dan ia cenderung bergerak dari satu paradigma ke paradigma yang lain. Perdamaian paradikmatik dan teoritis juga ditandai dengan berakhirnya pertentangan antara teori konflik dengan teori fungsionalis strukturalis bila dilihat dengan konsep paradigma akan ditemukan sejumlah kesamaan asumsi dan perspektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang ada dalam ketiga paradigma diatas dan kedua teori diatas bukan merupakan perbedaan yang mendasar. Menginggat tiada satu paradigma yang berdiri tanpa kelemahan dan akibat negatif selama ini oleh “perang paradigma”, maka dari itu upaya besar kemungkinan untuk membuat paradigma terpadu dengan tujuan akhir memantapkan dan demi kemajuan ilmu Sosiologi.

Adanya jembatan paradigma dan perdamaian paradigma mendorong Ritzer untuk membentuk paradigma terpadu. Pembentukan paradigma terpadu yang diusahakan Ritzer berdasarkan ahli-ahli terdahulu, utamanya dari Kuhn dan para tokoh penjembatan paradigma (Durkheim, Weber, Marx, Parsons).

Diawali oleh uraian Kuhn tentang konsep paradigma dan penjelasan bahwa tiada paradigma itu yang dominan diantara paradigma yang lain karena perkembangan ilmu pengetahuan bukannya bersifat kumulatif melainkan bersifat revolusi:

Paradigma I —>Normal Sc. —>Anomalies —>Crisis —>Revolusi —> Paradigma II

Selanjutnya paradigma terpadu yang disusun Ritzer dari tokoh penjembatan paradigma adalah dia mengangkat model “tingkatan realitas sosial” untuk menerangkan kompleksibilitas yang sangat luas dalam subjek-matter sosiologi, maka model ini merupakan abstraksi dalam berbagai tingkat kepentingan analisa dan lebih merupakan suatu konstrak sosiologis daripada keadaan sebenarnya. Tingkatan realitas sosial dapat diperoleh dari inter-relasi antara dua kontinum sosial, yaitu makroskopik - mikroskopik dan kontinum obyektif - subyektif untuk mengacu apakah sesuatu itu nyata atau didalam alam ide. Gambaran tingkatan umum realitas sosial dapat dilihat dalam bagan berikut:

image003.bmp

1 komentar: